Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh
Fatwa
Pertama (Pertanyaan ke-12 dari Fatwa no. 7942, 6/15)
Pertanyaan :
Apa hukum orang yang sengaja mengatur waktu bangun paginya yaitu mayoritas
waktunya dia bangun setelah matahari terbit, lalu dia shalat shubuh setelah
matahari terbit? Dia mengatur seperti ini karena dia memiliki hajat lembur
(begadang) di malam hari untuk mengulang pelajaran. Apakah orang seperti ini
wajib diingkari?
Jawab :
Wajib bagi kita menunaikan shalat wajib pada waktu yang telah ditentukan.
Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ
كِتَابًا مَوْقُوتًا
“Sesungguhnya
shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang
beriman.” (QS. An Nisa’ : 103)
(Perlu
diperhatikan bahwa) waktu shalat shubuh adalah mulai dari terbit fajar kedua
(fajar shodiq) hingga terbit matahari. Lalu alasan yang engkau sampaikan tadi
(karena alasan belajar di malam hari hingga semalam suntuk, pen) bukanlah
alasan untuk mengakhirkan shalat hingga keluar waktunya. Namun, seseorang
hendaklah mencari sebab agar dia bisa bangun pagi agar dia bisa mengerjakan
shalat (Shubuh) di waktunya. Jika orang tersebut tidak melakukan kewajiban
semacam ini (mencari sebab tadi, pen), maka dia wajib diingkari. Namun
ingatlah, hendakah kita mengingkarinya dengan cara yang penuh hikmah. Semoga
kita selalu mendapatkan taufik Allah. Shalawat dan salam kepada Nabi kita
Muhammad, pengikutnya dan para sahabatnya. Ketua Al Lajnah Ad Da’imah Lil
Buhuts wal Ifta’ : Abdul ‘Azizi bin Abdullah bin Baz
Fatwa Kedua
(Pertanyaan pertama dan kedua dari Fatwa no. 8371)
Pertanyaan
pertama : Ada seseorang mengerjakan shalat shubuh setelah matahari terbit dan
ini sudah jadi kebiasaannya setiap paginya dan hal ini sudah berlangsung selama
dua tahun. Dia mengaku bahwa tidur telah mengalahkannya karena dia sering
lembur. Dia mengisi waktu malamnya dengan menikmati hiburan-hiburan. Apakah sah
shalat yang dilakukan oleh orang semacam ini?
Pertanyaan kedua : Apakah boleh
kita bermajelis dan tinggal satu atap dengan orang semacam ini? Kami sudah
menasehatinya namun dia tidak menghiraukan.
Jawab :
Diharamkan
bagi seseorang mengakhirkan shalat sampai ke luar waktunya. Wajib bagi setiap
muslim yang telah dibebani syari’at untuk menjaga shalat di waktunya –termasuk
shalat shubuh dan shalat yang lainnya-. Dia bisa menjadikan alat-alat pengingat
(seperti alarm) untuk membangunkannya (di waktu shubuh).
Kita
diharamkan lembur di malam hari untuk menikmati hiburan dan semacam itu. Lembur
(begadang) di malam hari telah Allah haramkan bagi kita jika hal ini melalaikan
dari mengerjakan shalat shubuh di waktunya atau melalaikan dari shalat shubuh
secara jama’ah. Hal ini terlarang karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
telah melarang begadang setelah waktu Isya’ jika tidak ada manfaat syar’i sama
sekali. (Perlu diketahui pula bahwa) setiap amalan yang dapat menyebabkan kita
mengakhirkan shalat dari waktunya, maka amalan tersebut haram untuk dilakukan
kecuali jika amalan tersebut dikecualikan oleh syari’at yang mulia ini. Jika
memang keadaan orang yang engkau sebutkan tadi adalah seperti itu, maka
nasehatilah dia. Jika dia tidak menghiraukan, tinggalkan dan jauhilah dia.
Semoga kita selalu mendapatkan taufik Allah. Shalawat dan salam kepada Nabi
kita Muhammad, pengikutnya dan para sahabatnya. Ketua Al Lajnah Ad Da’imah Lil
Buhuts wal Ifta’ : Abdul ‘Azizi bin Abdullah bin Baz
Kemudian dalam
Fatwa Al Lajnah Ad Daimah yang lain (no. 7976) dijelaskan bahwa jika seseorang
sengaja tidur sehingga lalai dari shalat dan ketika bangun tidur dia pun
sengaja meninggalkan shalat, hal ini dilakukan berkali-kali (bukan hanya
sekali); atau mungkin pula dia mengerjakan shalat ketika dia bangun tidur namun
di luar waktunya, maka orang-orang semacam ini sama saja dengan orang-orang
yang meninggalkan shalat. Juga termasuk orang yang meninggalkan shalat adalah
orang yang sengaja tidur dan tidak mau menunaikan shalat di waktunya, dia tidak
mengambil sebab untuk bangun di pagi harinya agar bisa mengerjakan shalat tepat
waktu. –Demikian maksud Fatwa Lajnah-
Dari Jabir
bin ‘Abdillah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ
وَالْكُفْرِ تَرْكُ الصَّلاَةِ
“(Pembatas)
antara seorang muslim dan kesyirikan serta kekafiran adalah meninggalkan
shalat.” (HR. Muslim no. 257). Buraidah bin Al Hushoib Al Aslamiy berkata, ”Aku
mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الْعَهْدُ
الَّذِى بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمُ الصَّلاَةُ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ
“Perjanjian
antara kami dan mereka (orang kafir) adalah shalat. Barangsiapa meninggalkannya
maka dia telah kafir.” (HR. Ahmad, Tirmidzi, An Nasa’i, Ibnu Majah. Dikatakan
shohih oleh Syaikh Al Albani. Lihat Misykatul Mashobih no. 574)
Dari Tsauban
radhiyallahu ‘anhu -bekas budak Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam-, beliau
mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
بَيْنَ
العَبْدِ وَبَيْنَ الكُفْرِ وَالإِيْمَانِ الصَّلَاةُ فَإِذَا تَرَكَهَا فَقَدْ
أَشْرَكَ
“Pemisah
Antara seorang hamba dengan kekufuran dan keimanan adalah shalat. Apabila dia
meninggalkannya, maka dia melakukan kesyirikan.” (HR. Ath Thobariy dengan sanad
shohih. Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini shohih. Lihat Shohih At Targib
wa At Tarhib no. 566) Oleh karena itu, orang-orang yang meninggalkan shalat
seperti yang kami contohkan di atas haruslah bertaubat dengan penuh penyesalan,
bertekad tidak akan mengulanginya lagi dan dia harus kembali menunaikan setiap
shalat pada waktunya.
Namun, kalau
bangun di pagi hari ketika matahari terbit tidak menjadi kebiasaan, maka dia
harus mengerjakan shalat tersebut ketika dia ingat atau ketika dia bangun dari
tidurnya. Kita dapat melihat hal ini dalam hadits dari Anas radhiyallahu ‘anhu,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ نَسِىَ صَلاَةً أَوْ نَامَ عَنْهَا
فَكَفَّارَتُهَا أَنْ يُصَلِّيَهَا إِذَا ذَكَرَهَا
“Barangsiapa
yang lupa atau tertidur dari shalat, maka kafaroh (tebusannya) adalah dia
shalat ketika dia ingat.” (Muttafaqun’ alaih, diriwayatkan oleh Bukhari dan
Muslim. Lihat Misykatul Mashobih yang ditahqiq oleh Syaikh Al Albani) Dari Abu
Qotadah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ليس في النوم تفريط إنما التفريط في اليقظة .
فإذا نسي أحدكم صلاة أو نام عنها فليصلها إذا ذكرها فإن الله تعالى قال : ( وأقم
الصلاة لذكري )
“Jika
seseorang tertidur, itu bukanlah berarti lalai dari shalat. Yang disebut lalai
adalah jika seseorang dalam keadaan sadar (sudah terbangun). Jika seseorang itu
lupa atau tertidur, maka segeralah dia shalat ketika dia ingat. Karena Allah
Ta’ala berfirman (yang artinya), “Tunaikanlah shalat ketika seseorang itu
ingat.” (QS. Thaha : 14).” (HR. Muslim. Shohih. Lihat Misykatul Mashobih yang
ditahqiq oleh Syaikh Al Albani)
Bagaimana
Mengerjakan Shalat Ketika Matahari Terbit padahal Terdapat Larangan Mengenai
Hal Ini?
Dijelaskan
dalam Fatwa Lajnah no. 5545 bahwa jika seseorang tertidur sehingga luput dari
shalat shubuh, dia terbangun ketika matahari terbit atau beberapa saat sebelum
matahari terbit atau beberapa saat sesudah matahari terbit; maka wajib baginya
mengerjakan shalat shubuh ketika dia terbangun, baik matahari terbit ketika dia
sedang shalat atau ketika mau memulai shalat matahari sedang terbit atau pun
memulai shalat ketika matahari sudah terbit, dalam kondisi ini hendaklah dia
sempurnakan shalatnya sebelum matahari memanas. Dan tidak boleh seseorang
menunda shalat shubuh hingga matahari meninggi atau memanas.
Adapun
hadits yang menyatakan larangan shalat ketika matahari terbit karena pada waktu
itu matahari terbit pada dua tanduk setan (HR. Muslim), maka larangan yang
dimaksudkan adalah jika kita mau mengerjakan shalat sunnah yang tidak memiliki
sebab atau mau mengerjakan shalat wajib yang tidak disebabkan karena lupa atau
karena tertidur. –Demikian maksud dari Fatwa Lajnah- Oleh karena itu, jika
memang kita lupa atau tertidur sehingga luput menunaikan shalat wajib, maka
tidak terlarang kita mengerjakan shalat ketika matahari terbit. Wallahu ‘alam
bish showab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar